Senin, 16 Desember 2019

GIE

Mimpi

Saya mimpi tentang sebuah dunia
Dimana ulama, buruh, dan pemuda,
Bangkit dan berkata, “Stop semua kemunafikan!
Semua pembunuhan atas nama apapun!”

Dan para politisi di PBB sibuk mengatur pengangkutan gandum, beras, dan susu
Buat anak-anak yancamanpar di tiga benua
Dan lupa akan diplomasi

Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras dan bangsa apapun
Dan melupakan perang dan kebencian
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik

Tuhan, saya mimpi tentang dunia tadi Yang tak pernah akan datang

( Salem, Selasa, 29 Oktober 1968 )


Dalam Bait-bait Puisi "mimpi" Di atas,   tergambar keinginan  soe hok gie akan dunia yang penuh dengan persatuan dan kedamaian. Namun di bait akhir puisi itu, semacam ada kegelisahan bahwa dunia yg tadi (di mimpikan itu tak akan pernah ada)?

Mengapa?

Mungkin hanya ia yg tau.
Ia pun akhirnya lebih memilih "sendiri" Jauh dari keramaian,  Naik gunung.  dan pada akhirnya dalam  dekapan gunung, ia pergi Menuju keabadian.

Saya membayangkan bagaimana ketika saya berada di kondisi/zaman dimana soe hok gie lahir dan tumbuh,  apakah saya akan segelisah dirinya?
Yang berharap agar dunia menjadi lebih baik,  dengan tak ada rasa benci dan pemusuhan?  Tak ada perang atau pembunuhan,  bersama2 membangun dunia menjadi lebih baik?


Apakah saya Akan seperti dirinya yg berkata : 

Bidang seorang sarjana adalah berfikir dan mencipta yang baru, mereka harus bisa bebas dari segala arus masyarakat yang kacau. Tapi mereka tidak bisa terlepas dari fungsi sosialnya. Yakni bertindak demi tanggung jawab sosialnya, apabila keadaan telah mendesak.

Ataukah  seperti kata2nya ini: 

 Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. 

Saya rasa, ketika sezaman dengannya,  saya  mungkin tak seperti dirinya,  saya lebih memilih untuk hidup yg tenang,  makan,  minum,  menikah, punya pekerjaan, punya rumah,  tua dan mati,  saya tak ingin capek2 berpikir tentang bangsa yg lebih baik atau negara yg berkeadilan,  saya mungkin lebih memilih menyelamatkan diri ketika mendapat ancama atau teror.  saya  tak seperti ia, yang berkata "lebih baik di asingkan dari pada hidup menyerah pada kemunafikan"
Saya mungkin berkata "lebih baik munafik dari pada di asingkan".  Krna lebih memilih hidup di dekat dngan keluarga dan teman  Dari pada harus di asingkan.  Saya mungkin akan menjadi manusia apatis yg mngikuti arus tidk seperti dirinya yg merdeka.

Dalam kehidupan kampus,  saya mungkin seperti kata-kata nya,: 

Seperti mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.

Saya tak seperti apa yg di impikannyanya; 

Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.

********************************************

Pada akhirnya saya hanya bisa membaca tulisan-tulisannya,  mengutip banyk puisi,  menunjukan bahwa,  saya ingin seperti dirinya, yang mencintai keadilan,  benci terhadap kekerasan dan perang,  Menyukai gunung. Saya belajar bnyak hal dari tulisannya. walaupun dalm  keadaan sendiri. saya bnyak belajar dari nya bahwa,  walaupun kau tiada, kau abadi dalam tulisanmu,  dalam semangatmu,  dan dalam mimpi dan cita-citamu,.

Saya bnyk belajar darinya tentang kehidupan.  Dan seakan apa yg ia Tuliskan seperti yg saya rasakan ;

Terasa pendeknya hidup memandang sejarah
Tapi terasa panjangnya karena derita
Maut, tempat penghentian terakhir
Nikmat datangnya dan selalu diberi salam.

“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,
Apa gunanya semua yang saya lakukan ini.
Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang…
Makin lama semakin banyak musuh saya dan
Makin sedikit orang yang mengerti saya.
Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan.
Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan
Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.”

Tenang disana Bung,.  Engkau abadi dalam ingatan.



Makhluk kecil kembalilah. Dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar